Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti atau tahap II terkait pemberi suap Lukas Enembe, Rijatono Lakka. Ia merupakan Direktur PT Tabi Bangun Papua.
Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, pemberkasan telah rampung dan penyerahan terhadap jaksa penyidik telah dilakukan. Lukas Enembe sendiri merupakan tersangka dalam kasus ini.
"Hari ini (3/3) telah selesai dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) untuk salah satu pihak pemberi suap Tersangka LE (Lukas Enembe) yaitu Tersangka RL (Rijatono Lakka) dari tim penyidik pada tim jaksa," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (3/3).
Ali menyebut, jaksa juga telah meneliti keseluruhan alat bukti dalam berkas perkara penyidikan. Hal ini untuk menguatkan unsur-unsur pasal dugaan perbuatan pidana dari Tersangka dimaksud sehingga dinyatakan lengkap.
Terhadap Rijatono, penahanan masih tetap dilakukan untuk 20 hari ke depan. Persisnya, Rijatono masih dalam tahanan sampai dengan 22 Maret 2023 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Penahanan ini dimanfaatkan untuk melimpahkan berkas perkara ke pengadilan. Jaksa memiliki waktu 14 hari kerja.
“Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan segera diserahkan Tim Jaksa ke Pengadilan Tipikor dalam waktu 14 hari kerja,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe dan Rijatono sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji terkait proyek pembangunan infrastruktur di provinsi Papua.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, peristiwa ini dimulai pada 2016 saat Rijatono mendirikan PT TBP untuk proyek konstruksi. Ia diduga sama sekali tidak memiliki pengalaman karena sebelumnya adalah perusahaan yang bergerak dibidang farmasi.
Selanjutnya mulai 2019 sampai 2021, ia mengikuti berbagai proyek pengadaan infrastruktur di Pemerintah Provinsi Papua yang saat itu jabatan Gubernur Papua diisi Lukas Enembe.
Sebagai upaya mendapatkan berbagai proyek tersebut, Rijatono diduga melakukan komunikasi dan memberikan sejumlah uang sebelum proses pelelangan dilaksanakan sehingga harapannya bisa dimenangkan. Beberapa pejabat di Pemprov Papua juga diduga ada dalam pertemuan ini.
Hasil pertemuan itu, berbuah kesepakatan seperti pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14% dari nilai kontrak, setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Selain itu, ada pula paket proyek yang didapatkan Rijatono, mulai dari proyek multi years peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar, proyek multi years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar, dan proyek multi years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 Miliar.
Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, Rijatono diduga menyerahkan uang pada Lukas dengan jumlah sekitar Rp1 miliar. Lukas juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya.
“Hingga jumlahnya miliaran rupiah yang saat ini KPK sedang kembangkan lebih lanjut,” ujarnya.
Sebagai pemberi, Rijatono disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Lukas, sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.